Alkisah, menurut cerita terdapat seseorang peneliti yang ingin menemukan apa yang sebenarnya menyebabkan manusia itu mabuk. Untuk itu dia mengadakan penelitian dengan mencampur berbagai minuman keras. Pertama-tama dia mencampurkan air putih dengan Wishki dari luar negeri yang setelah dengan habis diminumnya diapun terkapar mabuk. Setelah siuman dia kembali mencampur air dengan tuak lalu ia minum dipinggir jalan sambil menghisap rokoknya, ternyata campuran inipun mengakibatkan dia terkapar mabuk. Setelah siuman kembali dia mencampur air dengan Bir, dan seperti sebelumnya diapun terkapar mabuk. Berdasarkan penelitian yang dia lakukan akhirnya dia menyimpulkan bahwa airlah yang menyebabkan manusia itu mabuk. Benar-benar Logis dan masuk akal bukan???
Sekarang, ada yang menarik juga dari premis-premis berikut:
a. 1 = ANGKA
b. 2 = ANGKA
Kesimpulan yang diambil akhirnya adalah 2 = 1, cukup menarik, logis dan masuk akal juga bukan???

Cerita-cerita di atas bukan apa-apa, mempelajari Logika sebenarnya akan memberikan manfaat yang besar kalau kita bisa memahaminya dengan baik. Salah satunya akan membuat kita tidak salah paham dalam menilai pendapat seseorang hingga harus terjadi pertengkaran. Perang sekalipun akan dapat kita hindari kalau kita mampu berpikir logis. Kecuali kita bersikap egois dan hanya berpikir "mau menang sendiri".

Setelah membaca penjelasan di atas, mungkin ada pertanyaan seperti ini: Apa sih yang dikaji dalam Logika sampai kita harus mempelajarinya?

Ini adalah pertanyaan yang bagus dan cukup tepat untuk kita bahas. Pada cabang Logika, kita akan mempelajari tiga materi yang pokok, yaitu: (1) sejarah dan perkembangan pemikiran logika beserta aliran-alirannya, (2) persoalan istilah beserta pengolahannya, dan (3) persoalan pernyataan beserta pengolahannya. Selebihnya, materi-materi yang khusus dapat ditambahkan. Namun, hal ini tidak akan keluar dari tiga materi pokok yang telah disebutkan.

Sampai di sini, mungkin lagi-lagi ada orang yang mencibir. Mungkin begini komentarnya: "Materi yang begitu kok dibela-belain harus dipelajari. Itu kan pelajaran bahasa Indonesia. Dari SD pun dah saya pelajari. Kenapa harus dipelajari lagi? Buang-buang waktu aja. Kirain mempelajari apa."

Komentar ini tidak salah. Sebagian besar yang dipelajari Logika memang sudah diajarkan dalam pelajaran bahasa. Tetapi, pelajaran bahasa tidak mengajarkan pada kita untuk menelaah masalah-masalah istilah ataupun pernyataan dengan pengertian filosofis. Artinya, sesuatu istilah dapat saja memiliki beragam arti sesuai dengan pandangan orang yang mendefinisikannya. Untuk lebih jelasnya, kita akan coba bahas istilah "ya" dalam bahasa Indonesia dari sudut pandang bahasa maupun logika.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984) yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta, istilah "ya" dapat berarti:

(1) kata untuk menyatakan setuju; contoh: Ya, baiklah.
(2) wahai; contoh: Ya tuanku!
(3) ... bukan; contoh: Ia orang kaya, ya?
(4) gerangan; contoh: Siapa ya yang tadi memanggil namaku?
(5) penguat; contoh: Besok jangan lupa datang ya!

Berdasarkan kelima contoh ini, sebenarnya sudah disebutkan beberapa alternatif yang cukup luas untuk pengertian istilah "ya". Walaupun demikian, saya dapat saja menambahkan konteks baru dalam pengertian istilah "ya". Misalnya, dalam kalimat:

(6) "Ya, kalau dia setuju. Kalau tidak, bagaimana?"

Di dalam kalimat ini, istilah "ya" mengandung pengertian 'persetujuan yang bersyarat'. Artinya, istilah "ya" pada kalimat (6) berbeda pengertiannya dengan kalimat (1) yang saya kutipkan di atas karena persetujuannya tidak langsung terpenuhi dengan hanya mengatakan "ya".

Memahami uraian yang menggunakan contoh-contoh di atas, nampak bahwa apa yang diuraikan oleh Poerwadarminta atas pengertian istilah "ya" dari segi bahasa tidak dapat merangkum seluruh pengertian istilah "ya" yang mungkin akan muncul. Termasuk penjelasan yang sebaiknya diberikan untuk pengertian istilah "ya" dalam pengertian nomor (3). Kenapa istilah "ya" dalam bahasa Indonesia juga mengandung istilah negatif ('bukan')? Padahal, dalam bahasa Inggris, kita tidak menemukan istilah "yes" yang mengandung istilah negatif.

Pertanyaan serupa di atas pun tidak akan muncul kalau kita tidak menggunakan Logika sebagai dasar penalarannya. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa pada uraian-uraian di muka, Logika mengajarkan kita memahami suatu istilah dalam berbagai konteks dan situasi. Ini dimungkinkan kalau kita dibiasakan untuk berpikir dengan beragam pandangan. Sehingga, pikiran kita tidak hanya tertuju pada satu pengertian saja dan akhirnya bisa terjatuh pada pikiran yang sempit. Apa yang ditulis dalam sebuah kamus dalam pelajaran bahasa tidak dapat dijadikan patokan dasar, walaupun dapat dijadikan acuan resmi untuk satu istilah.
Orang gila kali ini cuma bisa bengong aja kalo bicara tentang Logika. Dia cuma menyampaikan karya orang lain yang mungkin bisa dibutuhkan orang yang lain, dan dapat dipahami oleh orang lain (Orang Gila kagak pernah paham-paham tentang Logika).

hasil baca karya bang 4im di http://www.belajar-filsafat.com/ dan punya Bang Jujun Lagi.

Leave a Reply